Wednesday, December 21, 2011

Dinihari Tiba - Surat dari Awan 21

Dinihari Tiba
(NizM)

Kudengar kesuburan air
menitis di kelopak dinihari
jendela angin terkuak
doamu ku tahu tiba mendadak.
Apakah makna hari
dengan bilangan angka
akulah  daun semakin luruh
ranting rapuh
tetap saja akar melingkar kukuh.

Kau kirim surat angin
pertama mengetuk langsir
tembus bersama zikir takdir
Kau tiupi roh itu
kamipun bangkit
kutahu akan tiba detik
mata dan bibir terkatup-kelu
kecuali Setelah Kau tebar keArifan
SyahadahMu ! Allahuakbar


Bangi-Gombak
17-21 Diseber 2011

Pago-pago

Sejak Kau kabar deru angin jauh
lelaki muda bermukim di bumi salju
apakah yang di bawa datang
detik pulang, siapkah si bujang!

Inilah angin badai Tenggara
libas tengkujuh  bulan rusuh
berlaga mentari tidak jenuh bersalam
dia membenam  rindu dendam.

Kusam langit
tetap perabung berkait
lentuk unggas melingkar
denyutan kasih  tumbuh
di mata bangau mematah lidah angin
bujang bertualang pulang
asap dupa dan perabung ibunda
menyambut kau tiba.

Siti Zainon Ismail
Disember 2011

skesta A.Latif Mohidi, Dewan Sastera, 1970an 

Wednesday, October 26, 2011

LAZUARDI - BERI AKU LIMA DETIK

Nota  buat Nikha

1,
Langit biru mendekap sayap laut
Lazuardi berjanji
Lihatlah langit itu
Dia Ada
menggemggam bunga karang cinta.

2.
Entah gelora badai apa
Lazuardi hilang kemudi
Allahuakbar. UjianMu juga
Doa langit
kembalilah Bahtera belayar tenang

3.
Tangis Langit biru
mendakap sayang camar mimpi
menemani dia pergi
syukurlah kalau kembali


26 Oktober menjelang Maghrib Akhir Gombak
18.58

Tuesday, October 25, 2011

BISIKAN ZAITUN - Surat Dari Awan 18

1.
DARI jutaan pilihan
kau adalah butiran  zaitun di musim  panen
ketika camar laut tiba di pantai
terbang landai ke perbukitan
meriahnya kehidupan
berzikir pelangi selepas hujan
katakan padaku, wahai Perwira  Arif  
siapakah yang menyeru
melambai bersama Azan
setelah bahteramu merapat
dan jangkar dilabuhkan
kau terpanah
oleh  kilaun zaitun
ungu kehitaman
berminyak manis hidangan
siapa menunggu
 dengan  gelas kosong
yang harus kau isi.

ii

Itulah Bisikan Kasih
menuju ke Lorong  Abadi
percayalah
dikau si mata Zaitun
basah wajahmu
dalam lumuran hujan zamzam
Serulah
Dia menyambut
tanpa ragu 
dekapan bunga hati 
di pangkuan Sejadah
sejak dinihari ke senja  
menyambut deruan syahadah
jangan lalaikan manisku
dengan rusuh uji
berangkatlah
dengan Senyuman
Bisikan Abadi
Tetap Menanti


 Melati Gombak
24-25 Okt 2011 



Friday, October 21, 2011

TITIS LAZUARDI MU - Surat dari Awan 17


Titis Lazuardi Mu

Sungguh Malam ciptaanMu
bintang-bintang berbinar
bulan tanpa warna
 kecuali  bias matahari
kita mengkaguminya kilauan
berbisiklah malam 
tanpamu aku adalah kegelapan
ditakuti bidadari
setelah  bintangMu
memerciku  lautan
 Lazuardi pun 
bermain gesekan sayap ikan
kilau  lokan malam
bersama air mata takdir
berzikir 
tak jenuh 
bermainan janji
Kau Sang Pencipta
 kami  makhluk pelupa
benarkan kami sujud dinihari
bertasbih sepanjang malam
tanpa keluh kesah
hanya sejadah yang basah.

Lazuardi malam
kau iringi getar hati
memberi genggaman setanggi
mengembang jauh ke langit
menjunam ke bumi
Lazuadiku bertunjung biru
sarat akar kaligrafi
ucaplah
Tiada Tuhan yang disembah
Melainkan Allah
Subhanallah
izinkan aku
melangkah.



21-22 Oktober 2011 

Thursday, October 20, 2011

GEBAR MALAM - Surat dari Awan 16

Hingga  jauh malam
gebar pun mendakapmu
entah dini  ke berapa
kau si renik tahu wajah
 kesendirianmu
menempel di kejap batu
angin menyimbah nyilu
gerimis hujan badai
memain sayapmu
tidak kau kelu atau lesu.

Kau sendiri
adalah gebar
untuk unggas dan ulat  batu
gelinting pasir terpelanting
disepak kuda pahlawan
menyentuh urat daunmu
ketika rengkek kuda Pompie
menyerbu
menerjang musuh di puncak
yang alah
terpelanting, tersimbah darah
darah itu mengalir,
luka mencair ke urat senimu
Kau si cermin hati
tersenyum
itu aku
menjadi gebar kasih
 tertebar setiap kau seru
Seruan Mu
tetap bergumul Rindu.

Nikha
Kau ada
dalam gebar kasihku
tunggu  aku di puncak
Rahmah
memaut erat
genggaman Aksara Adam
hanya BisikNya
menyatukan pasangan itu
kembali!
 kembali mereka
 dalam
kasih  batini
*

18-20 Oktober 2011

Monday, October 17, 2011

DEMI MILIKMU YA ILAHI - Surat dari Awan 15


Sekecil  manapun
ia tetap milikMu
aku hanya musafir
daif dengan balutan kafan
tanpa sulaman hiasan
bawalah jasad ini
ruh yang lampung
ingatan kudus
butiran pasir diri
debu-debuh kelabu
darah hitam kering berbekas di jalan
kembara yang lelah
aku pasrah .

Segala harta
kosong
kuserah ke pemiliknya
jangan Kau Uji dengan Berat Janji
Janji kosong segala pembohong musuhMu
segala penggoda berhasrat dengki
aku ingin senyap dalam dakapan sunyi
aku ingin menggigil di malam dinihairi
menatap bulan Zulhijjah
deru angin Arafah sebelum ke Jambrah
melempar kedegilan Sang Ingkar 
sepanjang zaman
tetap aku kapas terapung
terbang melayang
benarkan aku singgah
di Jabar Rahmah
di Mina
janjiMu ku Kutip Berkilauan tasbih
takkan kupalit gelap gulita
atas Cinta Benar Kau
di lubuk Hati
hanya JannahMu' 
yang setia  menerima 
Kasih Abadi.


Bandar Baru Bangi
17-18 Okt 2011

Sunday, October 16, 2011

NIKHA, RINDU SELALU ADA - Surat dari Awan 14

Merentas laut di bawah lengkung langit 
gelombang awan, Kau tetap Ada
serulah aku berkait duri
Kau Pilih juga
si gembala luka
Nikha, Rindu selalu ada
Dekat OlehNya
pergi aku kerana Rindu Satu !

16-17 Okt 2011

 selepas subuh perjalanan ke Baitul Maqdis
@szi. Mac 2011


DAHAN RINDU - Surat dari Awan 13

Dahan Rindu


Setelah hujan malam
terasa ombak menderu
wajah haru kami menerpa
witir dinihari menggema
kenapa kau tidak bersama ku
memintal tali khemah Arafah
menghitung  bintang  Zulhijjah.

Aku si  gembala iman
masih tersisa
derasnya pacuan cemeti
Ya Qayyum jangan uji Dahan Rindu
Yang masih Kau Seru
berdetak  di kalbu !

Dahan Pusaka Ibunda @szi 2010

 


Dinihari Masjid Hasanah
Bandar Baru Bangi
15-16 Oktober 2011
17-18 Zulkaedah 1432

Friday, October 14, 2011

Al Fatihah

Ke Jalan Bayam, Rumah no 48000

Kota Bharu kuredah lagi. Kami berangkat dengan perasaan kenangan yang sukar dicatat nikmat rindu masa lalu. Naik Keretapi Ekspress Wau ekspress malam - apakah yang cari? Masa lalu dengan kenderaan keretapi asap dari batu arang. Cepatnya harian dan waktu. Alhamdulillah, kaupun datang lagi mencari stesen Palekbang. Tapi itulah cerita Hesmel, 40 % stesen keretapi sudah dibongkar dinding dan atap genting lama - sudah berganti tiang dan tembok batu. Stesen Palekban? Keretapi tidak berhenti di situ. Kau boleh di Wakaf Baru atau terus ke stesen akhir di Tumpat.

Ya jeti dan feri tidak ada lagi. Tapi kau harus terburu-buru ke Jalan Bayam. Siapakah yang cari. Al Fatihah, sungguh rindu mencengkam. Kau susuri rimbun lalang, mencari rumah abadi gurunya Seniman Negara. Ya Allah, puterinya Shikin juga terkial-kial menguis lalang mencari pusara Bunda yang sudah sudah dirimbuni lalang. Ya, yang pergi tetap pergi aku terlonta dalam panas siang, hanya doa hanya Al Fatihah semoga  dikau damai di rumah Abadi dicucui RahmatNya. Amin.

NIKHA 2 - Surat dari Awan 12



Sirat Zeida buat Nikha

Jarak luas perpisahan
rindu memendam di kalbu
bisik Zeida ketika jasad Gibran
di usung ke kampung halaman.
Tidak kau,  Nikha
kala aku diremas angin Chendering
monsun meratah ngeri
di pasir bersaksi ombak jauh melandai
ketika air mati
hingga tersentak
camar menukik nyaring
sia-sia kau di situ
wahai perempuan jauh
suratmu terlayang tak sampai
cabik oleh angin dendam
jangan kau menjadi Zeida
menyalai rindu
dia sudah berlalu
 sebelum kau tiba
dengan  biduk oleng beban
 kenapa kau
masih berpelangi setia
menggalas bening senja
jauh di pelabuhan lama!


Tanjung Periok 1985 - Chendering 1995

Tuesday, October 11, 2011

DI LAUT BIRU INI NIKHA - Surat dari awan 11


Entah di hari ke berapa
aku menatap Laut BiruMu
 menggengam batu cadas
jurang nun jauh
buih mendesah
kalimah yang amat kita kenali
melantun dan bersuara
kau dengarkah peluit kapal
mendesing, tapi terus berlalu
tidak berpaling ke sini.

Di pinggir Selat  Bali
camar melayang rendah
menabur renyukan surat tanpa alamat
tanpa nama pengirim
Nikha,
kapalmu berlalu di lautan biru
mengibar panji Nusantara
setelah pulang dari laut Sicily
membawa khabar
membawa surat cinta Gibran
tidak pernah dibuka
oleh  Zeida yang rawan!

Di laut biru ini Nikha

Rahsia batini
terendam di lautan cantik
mutiara menyimpan rahasia
air mata 
hadiah Mu ya Ilahi
menyulam kasih Abadi
kala Surat Pertama ku buka
Bacalah
Tulislah
bergema di teluk Kekasih
jangan kau sembunyikan helah
dan ingkar hati
terimalah bunga
 kelopak empat puluh empat cinta
abadi dipintal  gelora
Hamba Yang Menggenggam Uji
tidak tidurlah aku
mengira detik
dan kepalsuan kehidupan
wajar dilalui .

Aku pergi, Nikha
jauh menggulung awan
tembus ke padang lapang
di langit Arafah
masih ada awan yang sama
kan kubaca
kaligrafi yang Satu
Kau 
Aku
 ada  di genggamNya!

Dari gumpalan  awan
kan kulakar
Lautan BiruMu
ya kekasih Kami
Nikha,
 kau ada di situ
menjaga kehidupan
di Lautan Biru! 

(detik ke rumahMu ya Rabbi 1432)
11 Oktober 2011 

gambar @ Melor & Linda

Saturday, October 8, 2011

SURAT DARI AWAN - 10

KAMILAH
gumpulan awanMu
bertarung mengait  angin
bayang tembus ke atas langit
ke bawah air
di sana masa lalu UjianMu
 datang berbondong
kami menyahut PanggilanMu
dari negeri jauh
sarat dosa, tingkah ulah kejam hitam
akhirnya bagai ulat kecil
di atas daun robek
terlayang ke rumahMu
berilah kami kejernihan hati
keinsafan dengan limpah kemaafan
bukalah pintu
benarkan kami
ke Jannatun Naim
jangan lagi berpaling
kejamlah hati
bila kembali
hanya membatu diri.

Kan kugapai gemawan Jabar Rahmah
bukit pertemuan cinta Adam
penantian Hawa
aku  ke sini
ya Rabbi
oleh IzinMu
harum seruni
dan Kau menyuntingku lagi
Allahuakbar!   

(Menjelang ke RumahMu
ya Kekasih Kami)
1-9 Oktober 2011

Saturday, September 24, 2011

Surat dari Awan - 9


Ufuk barat itu sudah lama berdarah
surat tersiat bertebaran
dari Lembah Arizona
berapi-api, getusmu
terpencar  amarah
sejak di kaki Suelewah
debat di Rumah Putih
janji  tidak ditepati  di Swedia
itulah surat  khianat
yang dimungkiri .

Merdeka, pinta  sukma
ke Penjara kata si Kuasa
dan kerusi itupun  terbakar
api merah berpinar
dan kau kembali
dalam sunyi sepi.

Surat dari awan
bersayap robek
kutemui jahitan  terluka
kulit  surat cinta
terselit di kerusi!

Pulanglah
ke rumah Abadi
kita hanya menggenggam  impi
di batas pelangi
raihlah
lafaz ijab
bersaksi Kitab!


Gombak
24 Sep 2011 

Wednesday, September 21, 2011

HUJAN RAHMAH INI


Hujan Rahmah ini
PINTU MU
terbuka selalu
setiap langkah
duri uji di hati
dari titik pertama ke getaran  tujuh
kau genggam kesabaran detik
memetik  bunga  tasbih
doa apakah terucap
kala mata Az Zahrah
bersinar  menerpa
aku di sini
basah sejadah
dan percikan janji
terbelah
aku bersamamu
Hajar
belajar mengasihi
angin rusuh
menakluk keluh kesah
tanpa kesal
merangkai sabar
Kekasih Terpilih
tunggu aku
di pintu Pertama
mengikat janji
tak mungkin dipungkiri
Ya Rabbani!

(menjelang ke RumahMu)
Syawal 1432
22 Sep 2011




Monday, September 12, 2011

PERIH LUKA - Siri Surat dari Awan 8

lukamu -  tetap kita  berkongsi kesakitan uji 

Perih luka

TIDAK kita kesal
 luka hidup
percik darah
tulang patah
bukti kekayaanMu
antara bentuk sempurna
Kau jadikan tulang
di situ daging menghimpun
urat berdarah
denyutan nyawa ke jantung
pembuluh di tiupi ruh.

 Ya
tidak kami rungkai
makna ujianMu
unggas merayap
flora berkelopak kembang
kering berderai
fauna merayap terbang
merangkak
malam bertarung
siang bersaing
demi kehidupan
kau jadikan - Jadilah
Kau rentap - tamatlah
kerja jasad

Jangan
kau tangisi kehidupan
kematian
segalanya
di gelas harapan
berderai juga
usiapun usai.

Kitalah
perangkai kasih sayang
menerima sengsara jasad
demi ruh insani
kau dapat bertahan
memendam kearifan
Dialah menjaring kekeinsafan
tidak ada jalan sendiri
 menakluki
insani. 

Klinik Haiwan
Genting Kelang
11 Sept  2011

Sunday, September 11, 2011

KASIH JINGGA


Sahabat itu selalu 
datang menemani
sayap angin menari
lincah kaki bersilat
kadang kau  penunggu
di meja abjad
mata melompat
mengintai bunga hujan
se taman hati bergetaran



(usia 3 tahun , tanganmu luka
Kasih Jingga

Di hari muda
kau kulum jari
mengasah cengkaman
segera kau melompat
masuk ke laman bebas
bergaya perkasa
kau muda
inginkan canda.
kau mengaduh  hatiku dikait duka )  
11 Septermber 2011
 

Friday, September 9, 2011

MATA BULAN


Mata Bulan

Bicaralah
taman hati
dengan kejora  seruni
subur kering berganti
 menumbuh surat akuan
jalur ranting dan akar
 kau cengkam
di bumi diri
kadang dengan angkuh angin
merentap putik baru menjulur
tidak kau fahami
kalau itu suratan
takdir ,  makrifat
kelabu tersirat. 

TamanMu tumbuh selalu
masih disinggahi bulu lelayang
berkilauan  ke mata bulan
di bawah musim tengkujuh
sekociku meluncur
dalam angin rusuh
tapi bintangMu
tetap bersinar
 mata si kecil bercanda
  aku terima
anugerahMu
bukan teka teki
tiba tanpa  rencana manusia
kecuali surat azali
termaktub
tak mungkin ku ingkari

Lelayang itu tetap melayang
ku tunggu mereka datang!

( Siri Surat dari Awan)
anakanda Bulan - Iman
  

Thursday, September 8, 2011

DOA MAWAR - siri Surat dari Awan


Doa Mawar
                                                                                                                                              
  Sekian lama
kutakluki malam 
tak satu ruang
memberi bisikan
 tak terjangkau kata
angin mengintai
membawa gerak bayang
mereka datang
aku mawar di bilik kelam
mendengar  tingkah rahsia
anak mata mengerdip memancar
silang rawan awan
resah disimpul rela
kerudung putih setia
tanda ikatan janji  diucap kabul
tapi kini ia adalah perahu syair
sarat mainan percik
diharungnya gelombang
dijahitnya robekan rindu
suara yang ingin didengarnya
selalu ada
selalu tiada
kenapa tidak melihat aku
kata mawar
tanpa suara
ku hambur haruman
mereka datang juga
walau lupa
aku  benih mahsuri lebah
sejuta perajurit mengawalku
aku tumbuh berduri
tetap dicari musim canda!

Si kerudung putih
aku ada di dadamu
dengan cinta dan kasih
kerana dikau
isteri dan ibu
kembangkanlah
kelopak senyumanmu!

( buat si kerudung putih) 
Bandar Baru Bangi
8-9 September 2011


Tuesday, September 6, 2011

KU BUKA PINTU - AIDILFITRI 1432


Ku Buka Pintu
KERAP  kita buka pintu
membebaskan angin kasih menyerbu
menghirup bau seroja
keladi meliuk bersapa
eh tamu dari mana?
Dikau tiba dengan senyum sejoli
bersambut riuh si jambul  di pintu.

Ini bukan  impian
helaian buku mencatat sejarah
tarikh kelahiran
besar ke sekolah
lulus ujian terpilih
bercinta entah ke berapa
berkahwin rasmi
berkasih menyatu rahsia
hingga di panggil Ilahi
semua menerpa mendapat jawabannya.

Jangan terpana adikku
merah  putih emas
jalinan  kain dan perunggu 
kadang meruap panas
melembut basah
minumlah selasih huluranku
teguk nikmat luka
bergaul dalam kaca kristal
berdenting disentuh angin
kau menjamahnya
syukurlah
tidak ada rahsia
 di balik pintu.


Kokelsi Surat dari Awan - 3
9 Syawal 1432
6 September 2011

Wednesday, August 24, 2011

Surat Dari Awan (2)
















Surat dari Awan - 2

Kita genggam awan bersama
kapal melambung, laut di bawah sana
di situkah peta sejarah
yang akan dibelah
kita memacu cita anak muda
amat pedih menunggu zaman merdeka
negari yang tidak pernah alah
oleh mata siasat
kalau cut bang dihumban ke penjara
di lempar ke hutan Palembang
aku masih ada di situ
mengutip surat rahsia awan
melakar cinta wasiat leluhur
di Seulawah
kita tidak pernah mengalah.

Hanya musim memetik tuaian
padiku tinggal hama
emasnya kau bawa menghiasi tahta
sesekali menggenggam cuak
atas nama kemanusiaan
cinta batini harus kau suak.

Hanya aku menggenggam
surat dari awan
tetesan resahmu di meja rawan.

Aku harus pergi
kala pintumu
sudah dikerumi
kasih warna warni
aku biola putus tali

24 Ramadhan 143/24 Ogos 2011



Wednesday, August 3, 2011

MANA JALAN MELAYU

KADANG memang dapat dirasakan, apa saja yang berberkaitan dengan warisanmu, seakan lenyap. Jalan Melayu (dalam zaman sebelum merdeka di sebut MALAY STREET) begitu penting, berdenyut sebagai tempat lalu lalang, bersebelahan Sungai Ampang, sejejer sebelahnya dengan Jalan Melaka (Malacca Street), perhentian bas Len Seng. Di Jalan Melayu inilah urat nadi peniaga Melayu membuka kedai jahit, sulam, menyulam, buatan songkok, capal. Hingga tahun 1960an dipenuhi peniaga Minang: Pak Yassin , PakAgus Salim memang terkenal dengan jahitan sulam kebaya, dengan pelajar perempuan yang menjahit. Warong makan Minang juga terkenal di situ dan peniaga India dengan menjual bunga Melor, termasuk kedai gunting rambut jalanan. Ke utara simpang Melayu, disambut dengan Jalan Bunus. Juga dipenuhi kedai makan termasuk kedai buku yang membawa masuk buku-buku dari Indonesia. Yang paling terkenal ialah kedai buku Pak Sabirin (ayah penyair Anis Sabiri).






DI SIMPANG antara Jalan Melayu dan tembusanya ke Jalan Bunus, inilah berdiri Masjid India yang dipenuhi oleh peniaga India Melayu yang berjualan di situ. Peniaga India berniaga anika kain, benang. Di hujung Jalan Melayu ini beremtebusan pula dengan Batu Road sekarang lebih dikenali sebagai Jalan Tunku Abdul Rahman. Hingga tahun 197an Jalan Melayu masih menerus



kan sistim niaga tepi jalan, di celah-celah bangunan bank, tanpa karenah. Tetapi 198oan akhir tiba-tiba Jalan Melayu yang juga didatangi pelukis jalanan, sudah disepikan. Kedai jualan ditutup,dibangunkan dengan sistem kononnya lebih teratur.Sejak itulah muncul nama Jalan Masjid India yang 'merampas' citra JALAN MELAYU. Anak muda KL sendiri sudah lupa dengan nama ini. Mereka lebih kenal stesen Pasar Seni yang tegak perkasa di depan kepala Jalan Melayu.






JALAN Masjid India sudah diraikan besar-besaran oleh DBKL setaraf dengan India Kecil yang dirasmikan oleh presiden negara itu sendiri...siapakah berbelanja, di sini kalau bukan wajah Melayu yang sudah melupakan JALAN MELAYU???

****



(Mana pula Kampung Rawa, Jalan Semarang, Kg Kerinchi? yang pernah bertapak di hati anak Kuala Lumpur JATI)



Bandar Baru Bangi, 3 Ogos 2011




Wednesday, June 15, 2011

Bunga Kembang Tiga Bulan

Seperti tahu usianya, segar berkelopakdan menyimpan air musiman, jangan kau cemburu ya dahlia. Pagi ini dalam rinai gerimis di perbukitan, kutemui kau bertunjung rimbun, seperti zaman masa lalu ku betapa amat sayangnya ibu, menjagamu, sejak menyemai benih, sejak daun baru bertunas, berpucuk hingga kau muncul tiba-tibu penuh sepasu berjejer di pinggiran kolam. Kudengar suara gembira ibu, " haaa akhirnya kau muncul juga ya si kembang tiga bulan!"

Sekarang, di detik zaman milinium ini aku, berdiri dalam rinai menggerimis, selendangku basah, tapi aku senang kebasahan menatapmu. Sebentar lagi seseorang akan tiba, perlukah aku petik kelopakmu, buat dia yang akan sampai setelah lebih 25 tahun kami berpisah dulu? Indra..? Betulkah kau, orang sama menemani kerja masa laluku di tapak makam Raja Alam itu ?

***
(Nota Ranah Minang - Air Angek)

Tuesday, April 19, 2011

Bulang Ulu Kesesuaian Perjalanan

Di Bukit Zaitun, Al Quds, 9 Mac 2011


Pada 9 Mac 2011 - Cuaca dingin begitu terasa sepanjang perjalanan di Bukit Zaitun. Nun di lembah sana sudah kelihatan Qubah Shokroh, kubah batu yang asalnya didirikan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Mungkin juga dari sinilah pahlawan ini melihat kedamaian di Kota Suci hingga di sebut sebagai Al Quds. Selendang panjang kulilit ke kepala, sekeleling leher dan bahagian hujung jatuh di depan. Cukup buat melindungai tubuh di petang berhujan gerimis di Bukit Kasih sayang ini.


Di air panas Lembah Musa, Petra- Jordan, 9 Mac 2011

8 Mac 2011 - Cuaca di Petra - Jordan sudah bercahaya matahari. Saya hanya menggunakan selendang panjang, menutup lilitan kepala hitam. Kerana badan sudah dilindungan jubah bulu, baju leher cekak leher, maka selendamg di biar saja melambai ke depan.



Di Gombak, 6 Mac 2011

6 Mac 2011 - Sebelum berangkat , mencari kaca mata untuk lindungan cahaya matahari. Tanah tropika yang hangat, panas dan cepat melelehkan keringat, saya hanya melilit kerudung sekitar kepala. Tidak memakai selendang tambahan, kerana ini sesuai gaya santai ketika mencari barang keperluang sebelum berangkat esok > KL- Bahrin - Amman- Bait Al Maqdes , 7-9 Mac 2011).


***

Nilam Srayu, 19 April 2011

Monday, April 18, 2011

Sahabat bergaya kerudung Siti




Ardha pelukis pelajar ASRI lulus Seni Rupa ITB

Terpikat dengan gayaku sorbanku, dia bersungguhlah bergaya


Alhamdulliah kami, berjumpa lagi setelah terakhir bersama di Toyabungkah,
Bali dalam rangka ASEAN Young Writers Conference di Sanggar
Sutan Takdir Alisjabana tahun 1985. 3 tahun lalu Ardha muncul
setelah berhasil mencari adress dan telefonku melalui internet. Sekarang
lebih mudah melalu FB. Februari lalu Ardha muncul lagi.
Kali ini dia bersungguh untuj menutup rambut dengan gaya lilitan
selendang di kepala.

*
Ha sekarang kami sama walau tidak serupa.
Selamat bergaya sorban ya Ardha


****
Nilam Srayu
19 April 2011