Tuesday, August 18, 2009

RUMAH DI HUJUNG BATEE 2009......

Doa buat arwah tsunami dan zikir akhir sebelum meninggalkan
                                                                                 kampung kasih sayangTeuku Maksum bersama keluarga - Ketua Mukim Kacamatan Masjid Raya,Aceh Besar 4 tahun lalu sebagai Kechiek Gampong Baro

Mathala , " KENAPA bonda datang lewat, setelah enam bulan tsunami
saya dinikahkan dengan Azahari , dia nelayan...saya kepingin sekolah,
tapi cita-cita itu sudah bubar, sekarang saya hamil bonda"
(dialog tahun 2006).


Kampung Baru, Hujungbatee
KM 17 Jalan Laksmana Malahayati
Kacamatan Masjid Raya, Aceh Besar
******

2005 - Akhirnya setelah mengetahui Gampong Baro hilang dalam gelombang tsunami , harapan ku tipis untuk menemui puteri angkatku , Mardhiah dan 13 adik beradiknya. Berulang kali saya menemui orang-orang kampung di Lamnga, tidak ada yang tahu, kalau ada sisanya dimana mereka berlindung...tidak ada yang tahu...atau Tuhan belum mengizin saya menemu sisa-sia keluarga....hinggalah setahun kemudian, saya dengan PAPTI setelah berhasilkan mendapatkan dana membeli komputer untuk mahasiswa di Lingke. Datang lagi....dan tanpa bosan cuba meredah semula ke sisa-sisa kampung yang telah hapus itu....

" Ooh orang Gampong Baro yang tersisa menumpang di rumah gudang, arah ke Hujungbatee...sana bu, silakan ke sana mungkin anak angkat ibu masih ada di sana..."

2006 - " Kenapa bonda datang lambat" . Marthala menangis terisak. Anak perempuan kecil ini menangis lagi, " Saya masih ingin sekolah, tapi seluruh keluarga lenyap, tinggal saya dengan Rahmah, sekarang Rahmah di bawa Makcik ke Saree..."

Sisa keluarga dan warga Gampong Baru yang selamat, telah ditempatkan di sebuah gudang, berdinding papan dan beratap zink. Saya baru menemui mereka setelah dua tahun tsunami. Pertemuan kembali yang penuh sebak, sedih, rayuan untuk dipeduikan. Tapi siapa saya, datang hanya kerana rasa kesedihan mencari anak angkat yang tidak sempat menunai janjin. Kalau berhasil membawa Mardhiah pulang untuk di sekolah kan di tanah Melayu...pasti aku tidak kehilangan anak comel yang pintar dengan hobinya membaca buku ..

2009 - Kini mereka sudah berkumpul dan rumah mereka didirikan oleh NgO THD German. Rumah comel di atas perbukitan batu yang berangin setiap hari. Tanah asal milik Teungku Zainol dibeli oleh Norling Amerika khusus untuk membangun ekonomi penduduk. Tanah 2 hektar ini menampung 57 kka dengan jumlah 189 orang penduduk .Walau panas dan berdebu, rasanya angin yang meniup dari arah pantai dan laut yang berhadapan dengan Laut Selat Melaka itu menyegarkan. Marthala sudah mempunyai cahaya mata berusia 3 tahun, berbadan gempal, kulih hitam kerana panahan cahaya matahari yang menyegarkan. Ia tumbuh berdaging pejal yang hidup bebas tanpa tahu betapa 6 tahu lalu ibunya bergumul menyelamatkan diri dari amuk tsunami. Rumah yang comel dengan dua bilik , ruang tamu tanpa sekatan ruang dapur. Warna cat dinding sudah luntur dan mereka belum mampu mengecat dengan warna baru.

Berbeza dengan penempatan yang diusahakan oleh Tzu Shi di kota, lengkap dengan pagar tanaman, malah warga digalakkan menghias dengan tanaman pohon berbuah serta bunga-bunga membuatkan keluarga di situ lebih damai an terawat. Rata-ratanya penempatan baru untuk mangsa tsunami tidak terawat. Malah banyak rumah ditinggal sepi tidak berpenghuni.....tapi jelas Marthala, " Saya tidak kebagian rumah - dana tidak cukup...mujur suami sudah ada rumah...." Rupanya Marthala masih mengharapkan rumah bantuan untuk adiknya Rahmah.


Tapi Marthala bagai bahagia dengan suaminya Azahari , seorang nelayan muda dan sekarang memilih menjual ikan., di beberapa rumah penempatan lain termasuk hingga ke penempatan rumah Jecky Chan yang telah menyumbang berjuta-juta dollar, tapi tetap kecewa, rumah wujud tanpa mengikuti rencana asal...wang bantuan kerap hilang di jalan.. Namun penduduk tetap bersyukur seperti ungkap Teuku Maksum Othman , Ketua Mukim, " Syukurlah penempatan kami juga disediakan muenasah yang kami anggap sebagai masjid, sebuah kantor desa dan Polindes (Pusat Kesihatan Desa) serta gedung PKK ( kumpulan ibu-ibu) juga kantor (pejabat) ketua kampung Pak Keuchiek).

Aku pulang sendiri - Has sibuk dengan dunia NgO di kota. Pondok Bunga Bulan Kami juga sudah lenyap di telan tsunami.

Kutinggalkan rumah kecil di perbukitan batu setelah doa selamat dan zikir indah selesai di muenasah comel. Malam makin dingin, geser daunan pisang , ranting kekuda yang baru bercambah makin menyatu dengan kilauan bintang bertaburan di langit malam.

18 Ogos 2008

No comments: